Resensi Buku: Celeng Satu Celeng Semua

|
 Judul: Celeng Satu Celeng Semua - 10 Cerpen pilihan Kompas 2003-2012
Pengarang: Triyanto Triwikromo
   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013
Jumlah Halaman : xv + 141

Seperti buku kumpulan cerpen pilihan Kompas yang lain, cerita-cerita yang ada di dalamnya selalu punya taste sastra yang cukup tinggi, menurutku. Tapi entahlah buku yang satu ini menurutku terlalu tinggi dan berat. Jadi kalau kamu bermaksud untuk membaca buku sekedar untuk mencari pleasure semata buku ini sangat tidak direkomendasikan, tapi kalau kamu bermaksud membaca buku dengan tujuan untuk mendapatkan pengalaman dalam membaca buku ini patut dibaca. Tulisan si pengarang di buku ini cukup punya karakter khas yang mungkin tidak bisa dijumpai pada tulisan pengarang lain.

(Gagal) Move On

|
Waktu aku punya ide bikin catatan kecil ini entah mengapa kebetulan lagu di playlist yang muncul adalah lagu The Man Who Can't Be Moved punya  The Script, semakin mendukung aku membuat catatan ini. Yah walaupun mungkin catatatan ini agak sedikit "mainstream" di saat ini

Akhir-akhir ini aku sering melihat stiker, lukisan di bak truk, bahkan baliho di pinggir jalan dengan gambar dan kata-kata yang menggelitik. Ini nih gambarnya


Sebenarnya kata-kata itu merupakan kata-kata yang umum dalam percakapan sehari-hari masyarakat. Mungkin juga munculnya banyak stiker dan gambar-gambar tersebut karena skenario pilpres 2014 mendatang. Sebernarnya bukan masalah politiknya yang ingin aku bahas di sini, tapi lebih pada kualitas mental bangsa ini. Banyak orang yang membanding-bandingkan masa pemerintahan orde baru lebih baik dari masa reformasi. Menurutku hal-hal semacam ini merupakan cermin betapa rendahnya kualitas mental masyarakat di negeri ini. Suka membanding-bandingkan masa kini dan masa lalu, bahkan ada yang lebih parah dengan berharap bisa kembali ke masa lalu. Kalau mentalnya masih terus berorientasi pada masa lalu kapan negeri ini bisa maju?

Baik atau buruk, enak atau tidak enak, masa lalu tetaplah masa lalu, ia akan selamanya berada di belakang. Apa pula gunanya berandai-andai bisa kembali ke masa lalu. Bukankah masa lalu harus memberi tempat bagi masa depan. Masa' iya kita yang hidup di masa kini mau "dikuasai" oleh masa lalu yang sudah lewat, yang fisiknya saja mungkin sudah tiada. Hanya dengan beranjak dari masa lalu --secara fisik terlebih secara mental-- bangsa ini punya kesempatan untuk memiliki masa depan yang enak, tidak hanya masa lalu yang enak.
    
Iya, memang Bung Karno, proklamator negeri ini pernah berpesan Jasmerah "Jangan sekali-kali meluakan sejarah" tapi letakkan sejarah sebagai semacam kaca spion agar kita lebih hati-hati dan lebih belajar agar bisa berbuat lebih baik di masa kini dan masa depan, tidak mengulang kesalahan yang sama, bukan untuk dibanding-bandingkan dengan masa kini apalagi berandai-andai ingin kembali hidup di masa lalu.

Sudah saatnya Move On. Jangan sampai kita jadi bangsa yang tidak maju-maju karena gagal Move On dan selalu menengok ke masa lalu, membanding-mandingkannya hingga lupa bahwa kita punya masa kini untuk dijalani dan masa depan untuk direncanakan.