SAPTA

|


Jam dinding menunjukkan pukul dua dan Sapta masih terjaga. Malam ini ia berada di meja tulisnya, menuliskan surat ke 999 untuk Kayla. Wanita yang sempurna mencuri hatinya sejak pertama kali berjumpa. Kata-kata mengalir deras lewat goresan tinta dari pena di tangannya. Satu-satunya cara bagi Sapta untuk menyampaikan perasaannya adalah melalui rangkaian kata yang terukir lewat pena, sebab ia tak pernah punya keberanian untuk langsung berbicara. Di laci meja masih tersimpan  989 surat lainnya, surat yang bahkan tak pernah ia sampaikan kepada Kayla. Sapta menuliskannya setiap malam sejak ia berjumpa dengan Kayla.

Jam dinding menunjukkan pukul dua dan Kayla masih terjaga. Malam ini, entah mengapa pikirannya dipenuhi oleh nama Sapta. Lelaki yang saat ini suaranya menggema memenuhi setiap sudut jiwa, lelaki yang saat ini bayang wajahnya tergambar jelas di langit-langit, di dinding, bahkan di jendela kamarnya. Hatinya telah terista sejak pertama berjumpa dengan Sapta. Ia tak pernah menunjukkan setikit pun perasaannya di hadapan Sapta. Sebagai wanita ia ingin merasakan indahnya dipilih cinta, bukan sebaliknya. Maka hanya inilah yang bisa dilakukannya, terlarut dalam harapan dan doa-doa.
Di stasiun televisi itu mereka bekerja bersama. Setiap pagi mereka berdua hadir di layar kaca, bersama-sama membacakan berita dalam satu acara. Berusaha tampil dengan menjaga profesionalitas dan kinerja diantara gejolak rasa yang memenuhi hati keduanya. Berusaha tampil dengan kompak dan sempurna di depan kamera. Sesempurna keduanya menyimpan rapat perasaan mereka jauh di dalam dada.
***
Seandainya hati semua orang di negara ini dipenuhi oleh rasa cinta seperti  Sapta dan Kayla, mungkin tak akan pernah ada rasa dendam, benci, atau curiga. Seandainya hati semua orang di negara ini dipenuhi oleh rasa cinta seperti Sapta dan Kayla, tak perlu terjadi pertumpahan darah dan perang saudara hanya karena perbedaan suku, ras atau agama. Perang akan selalu membawa derita. Harta benda hilang sia-sia, banyak nyawa tak berdosa yang hilang percuma. Juga akan meninggalkan sesal pada sepenggal hati Kayla. Hati yang terpaksa menelan pahitnya duka.
Senja mengiringi Sapta menjalankan tugasnya. Sore ini ia akan melakukan laporan langsung dari lokasi perang bersama dengan rekannya. Diantara kepanikan dan isak tangis yang diiringi suara ledakan dan desingan peluru, Sapta dan rekannya berusaha menghimpun berita. Ia sudah sering meliput berbagai macam berita, tapi meliput berita sekaligus menjadi saksi atas semua suasana dan peristiwa ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam hidupnya.
Sapta sedang melaporkan berita di depan kamera, ketika tiba-tiba peluru itu entah dari mana meluncur dan langsung  menembus tepat di dadanya. Darah segar mengalir dari lubang yang menganga, meninggalkan noda merah pada seragam kemeja yang berwana biru muda. Sapta tak dapat lagi mengingat apa-apa, mendadak semuanya menjadi hampa.  
***
Jam dinding menunjukkan pukul dua dan Kayla masih terjaga. Malam ini, ia selesai membaca surat ke 999 dari Sapta. Air mata deras mengalir membasahi pipinya, rasa sesal memenuhi hatinya. Namun semua itu diiringi dengan rasa lega, bahwa selama ini Sapta telah memilihnya. Ia memiliki rasa yang sama. Meskipun kini semua sudah tidak berarti apa-apa. Tak ada lagi yang tersisa dari Sapta selain 999 suratnya dan kenangan yang terukir selamanya di hati Kayla.
Kayla memang harus berpisah dengan Sapta, tapi ia tidak menyalahkan prinsip hidupnya, tidak menyalahkan peluru yang menembus dada, tidak pula menyalahkan terjadinya perang saudara. Ia tidak menyalahkan siapa-siapa. Ia telah merelakan semuanya, karena ia tahu bahwa hakekat mencinta yang sebenarnya adalah rasa rela.
Hari ini Kayla berdiri di depan pusara, meletakksan setangkai mawar merah di atasnya dan juga surat keseribu yang berisi ungkapan hatinya pada Sapta. Ia tahu Sapta akan setia menunggunya di sana.

0 komentar: